Bifurkasi

Hujan siang tadi seperti membangunkan ingatan-ingatan purba tujuh tahun yang lalu. Mereka menggurita sampai saat ingin terlelap. Tentang lagu-lagu pengantar tidur, warnet pinggir jalan, pulang sekolah harus buru-buru karena takut diajak tawuran. Ingatan purba kadang datang menyerap semua energi. Saya lemah, lemah dan bertambah lemah.

Blue Sky Collapse. Tujuh tahun yang lalu lagu ini menemani saya membaca sebuah buku dari seorang yang sekarang namanya sangat terkenal, buku keduanya, Cinta Brontosaurus judul bukunya. Saya paling suka bab Dibalik Jendela. Jalanan belum semacet sekarang, masih ada restoran pizza di sana --yang sekarang berubah jadi toko mebel. Masih ada warnet murah dengan kecepatan tinggi di seberang jalannya --sekarang menjadi ruko kosong.

Gila... Adakah yang mampu mengalahkan kuatnya ingatan purba ini. Seorang yang pergi bersekolah di luar kota, ada yang pergi ke luar negera, dan ketika bertemu lagi beberapa minggu lalu ia tidak mengenal saya lagi. Teman-teman perempuan saat bersekolah yang sekarang lagi berkeinginan cepat-cepat dinikahi oleh kekasihnya. Teman-teman lelaki yang sibuk menabung untuk menikah, ada yang mulai menyicil rumah, mobil, motor keluaran terbaru. Ada yang sibuk dengan hobi barunya, berkeliling dari satu negara ke negara lain.

Ada teman yang sedang mengambil kuliah master di eropa. Ada yang masih gitu-gitu aja. Padahal dulu mereka adalah orang yang paling juara di kelas sewaktu SMP. Katanya ada yang terkena cancer stadium tiga, padahal dulu dia sehat-sehat aja sewaktu SMA. Ada yang sudah pergi duluan untuk selama-lamanya.

Tempat-tempat asik ditutup karena sudah tidak cuan lagi. Warung bakso dekat SMP, semua warnet langganan, warung es krim, dan yang terakhir pindahnya mie ayam langganan yang sampai sekarang saya tidak tahu ia pindah ke mana.

Mesin waktu hanyalah ilusi, yang ada hanya ingatan-ingatan purba yang tetap indah ketika mereka bertamu sekali-sekali.