Wahid Sabillah's

Personal Blog

Dua Hari Paska Hari Itu

Leave a Comment
Pernahkan terpikirkan bagaimana jika media sosial didunia berakhir? Tidak lagi ada kicauan di Twitter, tidak ada lagi yang menulis "Baru pulang" di Facebook, tidak ada lagi yang sok-sokan pamer lagu yang kita gak semua tahu itu lagu apa di Path, dan tidak ada lagi gambar-gambar makanan yang terlihat menggiurkan di Instagram, namun setelah diicip rasanya gak enak-enak amat.

Hari Jum'at kemarin, salah satu aplikasi media sosial di handphone saya terpaksa di-uninstall karena storage di handphone saya penuh. Awalnya memang saya merasa aplikasi itu sudah jarang saya gunakan, namun pada hari itu saya merasa sedikit kehilangan. Mungkin karena sudah kebiasaan melihat icon media sosial itu ada di tampilan depan handphone dan sekarang sudah tidak ada.

Sehari berselang, rasa aneh muncul. Saya merasa hidup saya lebih damai, ternyata menyimpan kesenangan dalam hati sendiri lebih membuat bahagia dibanding harus berbagi di media sosial. Lalu terpikirkan, toh kalau ingin berbagi kesenangan jangan hanya update status di media sosial. Cobalah menelpon orang yang ingin kita bagi kesenangan yang kita rasakan, ceritakan dengannya di telpon, atau lebih baik mengajaknya bertemu sekalian.

Sebagai orang yang setiap hari memantau media sosial, saya merasa sudah cukuplah bermain media sosial untuk kerjaan saja. Untuk diri sendiri saya mulai mengurangi kadar kecanduan saya dengan media sosial. Path sudah diuninstall karena storage penuh, Instagram sudah jarang saya gunakan karena kamera handphone saya jelek, di Facebook saya juga mulai tidak aktif, hanya sekali-sekali memposting link lagu yang sering saya dengarkan di sana. What else? Snapchat saya tidak main.

Lalu saya teringat betapa syahdunya hidup ketika media sosial tidak sebanyak sekarang, betapa syahdunya ketika smartphone belum ada, betapa gembiranya ketika mendapatkan komputer di warnet dan hanya membuka media sosial hanya satu jam karena kalau kelamaan billing bisa membengkak.

Sudah cukup kita terlarut dalam kesenangan berbagi yang semu. Bertemulah dengan seseorang yang memang kita anggap pantas dan layak kita bagi kebahagiaan yang kita rasakan. Lupakan lope-lope dan jempol sebagai tanda apresiasi. Senyum dan tawa orang yang bertemu langsung dengan kita saat kita bagi kesenangan dengannya lebih banyak berarti menurut saya.


Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 saran:

Post a Comment