Wahid Sabillah's

Personal Blog

Tentang Saya, Kami dan Perahu Kecil

4 comments
Saya terduduk di pojok lorong kelas dengan kuping yang disumpal dengan headset yang memutarkan lagu dari Debussy. Saya memandangi sekeliling, memandangi setiap manusia yang lalu-lalang melewati saya yang tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk memutar waktu untuk mengenang tempat ini, tempat yang tidak lama lagi akan saya tinggalkan.

Kamu harus tau, bagi saya, cara yang paling ampuh untuk memutar waktu, dan mengeluarkan semua ingatan tentang kejadian lampau adalah dengan mendengarkan musik. Musik adalah mesin waktu dan sekaligus pemeras ingatan saya. Ketika para pemimpi di luar sana sedang sibuk memikirkan cara membuat mesin waktu, dengan berbagai macam cara, dengan yang katanya merubah manusia menjadi remahan partikel, lalu memindahkannya dengan kekuatan yang setara dengan kecepatan cahaya, saya sudah menemukan mesin waktu saya sendiri, tanpa harus memikirkan tentang teori, tentang perubahan wujud benda dan lain lainnya.

Di tempat ini saya menghabiskan empat tahun persis untuk mendapatkan ilmu, mendapat teman, mendapat sahabat, mendapat apa yang belum saya dapat empat tahun yang lalu. Dinding, jendela kaca, AC yang hidup dan mati, meja dan kursi menjadi saksi bisu akan kehadiran saya di tempat ini. Tempat yang saya anggap rumah kedua saya, tempat yang memberikan pengalaman, tempat saya pulang untuk menimba ilmu baru.

Kalau Iwan Setyawan menganalogikan hidup ini adalah sebuah perahu, maka hampir setiap hari perahu kecil saya ini mendatangi dermaga ini dengan rutin. 

Di dermaga ini saya membangun kembali perahu kecil saya supaya lebih tahan terhadap gelombang yang datang, menghadapi badai yang akan datang. Di dermaga ini saya belajar bagaimana cara mengarungi samudra yang lebih luas lagi di kemudian hari, mempelajari teori bagaimana cara mengatasi gelombang yang kecil dan yang besar, mempersiapkan persenjataan untuk berjaga-jaga kalau kalau di tengah jalan nanti, ketika saya keluar dari dermaga ini ada perompak yang akan mengambil perahu kecil saya. Dan saya berharap dengan nanti sekeluarnya saya dari dermaga ini menuju samudra yang lebih luas, saya bisa menggunakan ilmu saya ini di kehidupan nyata.

Di tempat ini saya bertemu dengan banyak orang hebat, orang yang memiliki perahu yang lebih kuat, orang yang sudah memiliki persedian dan ilmu yang lebih banyak dari saya, sehingga kadang saya merasa "kecil" dari mereka semua. Tapi saya selalu berusaha untuk mengikuti dan ingin di sejajarkan dengan mereka, karna itu saya terus belajar, kadang kadang saya mencuri ilmu dari mereka baik secara formal ketika sedang pelajaran berlangsung maupun tidak formal ketika saya sedang berbincanga dengan mereka.

Mereka yang hebat itu adalah teman teman saya, teman teman yang bisa menginspirasi saya untuk belajar lebih giat lagi, yang dari mereka saya belajar tentang hidup, dan bersama mereka saya berbagi suka duka tentang kehidupan ini. Kadang, secara tidak langsung, saya juga suka menitipkan beban saya kepada mereka, itu saya lakukan ketika saya sudah tidak mampu lagi menanggung beban yang saya pikul, tetapi saya juga tidak segan untuk membantu memikul beban mereka yang mereka titipkan kepada saya, tentang rahasia mereka, tentang suka duka mereka ketika belajar, tentang masalah yang menerpa. Kami selalu bergandengan tangan untuk mengarungi samudra yang lebih luas lagi setelah lepas dari dermaga ini.

Kami saling melengkapi, saling memberikan saran satu dengan yang lainnya tentang bagaimana caranya agar perahu perahu kecil kami bisa lebih kuat dari sebelumnya. Tidak jarang, teman saya membantu saya untuk membuat perahu saya lebih kuat, dan sebaliknya, tak jarang saya rela membantu teman saya untuk memperbaiki perahu yang akan mereka gunakan lagi di kemudian hari.

Saya teringat, masa masa yang mampu mengeratkan hubungan persahabatan saya dengan teman teman. Waktu itu tahun ketiga saya berada di tempat ini, pada semester 6, ketika pertama kalinya tugas besar yaitu penulisan ilmiah yang datang bagai badai yang besar. Perahu kecil saya dan teman teman banyak yang berlubang, ada yang lubangnya kecil, dan lubangnya besar. Kami harus saling bahu membahu untuk menyelamatkan perahu kami masing masing. Kami saling berbagi semangat, kami saling melemparkan pujian, memberikan dukungan moral, saya bersama dua teman saya lainnya sukses menghadapi badai itu, kami bertiga sukses menjadi tiga orang pertama yang menyelesaikan tugas besar penulisan ilmiah itu, kami sukses menambal perahu kecil kami masing masing, kami sukses melewati badai yang datang itu.

Setelah saya dan kedua teman saya berhasil menambal perahu kami masing masing bersama sama. Saya dan kedua teman saya itu tidak lantas tinggal diam melihat teman teman kami masih berjuang menghadapi badai itu. Saya dan kedua teman saya masih harus membantu teman teman lainnya yang merasa kesusahan, memberikan bantuan kepada mereka, memberikan semangat kepada mereka, meyakinkan mereka kalau mereka bisa melewati badai penulisan ilmiah ini. Dan Alhamdulillah satu persatu teman dekat saya berhasil menyelesaikannya. Ada kegembiraan tersendiri ketika mendengar mereka akan mendaftarkan sidang, revisi penulisan, dan mendapatkan sertifikat D3.

Di penghujung tahun ini, akan ada badai yang lebih besar lagi yang akan menerpa perahu kecil saya dan teman teman. Saya sudah terlebih dahulu menemui badai itu, dan sekarang masih berjuang untuk melawan badai itu. Badai yang datang kepada saya itu dinamakan tugas akhir. Dan beberapa bulan lagi, teman teman saya juga akan menemui badai yang sama besarnya, badai itu bernama ujian komprehensif. Saya yakin kami bisa melewati badai itu, melewati rintangan itu, dan akan mengakhiri tahun ini dengan senyum lebar yang merekah. 

Hari itu akan datang, hari ketika pada nama kami terdapat tambahan gelar di belakangnya, hari yang saya bayangkan akan sangat emosional untuk saya dan teman teman semua. Hari ketika kami dan perahu kami masing masing dinyatakan cukup kuat untuk melaju kembali mengarungi samudra yang lebih luas. Yaitu hari kelulusan kami.
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

4 comments:

  1. Selamat atas kelulusannya! :D

    Kalo kamu menganagolikan hidup seperti Iwan Setyawan. Saya juga ingin menganalogi hidup seperti itu, tapi dengan sebuah pohon. Semakin kokoh dan semakin tinggi pohon tersebut, maka banyak masalah yang mulai datang. Dari orang2 yang ingin menebangnya, ataupun petir yang bikin pohon tersebut ambruk dalam sekejap. Yang membuat hidup itu berproses terus menerus adalah masalah yang kerap datang tiada henti.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Walaupun masih belum lulus, terimakasih atas doanya. Semoga kita selalu diberikan kekuatan oleh-Nya. aamiiiin

      Delete
  2. Udah wisuda belum, kak? Happy graduation, ya!

    Btw, kalimat yg di awal2 itu benar. Musik bisa jadi pemutar waktu. Disaat suasana hening, hanya ada dentuman lagu, kita bisa memutar kejadian-kejadian yang telah lampau. Aaah, adem. Haha. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Belom, sidang aja belom. Doain ya biar cepet wisuda. Iya bener banget, hanya ada musik dan kita :D

      Delete