Wahid Sabillah's

Personal Blog

Jalan Jalan Bali 3 "Dewa Burung"

Leave a Comment

Pantai Kuta

Hari kedua saya dan teman teman di Bali dimulai dari saya dan teman teman pergi ke Pantai Kuta pukul delapan pagi dengan berjalan kaki. Sepanjang jalan menuju pantai Kuta dari hotel yang kami tempati, terlihat masih banyak kios kios penjual souvenir yang masih tutup dan baru buka, saya beberapa kali berpapasan dengan turis asing yang sedang lari pagi, dan penjual nasi jinggo dengan sepedanya. Jalanan di Bali tidak seperti dugaan saya, jalanan di sana seperti jalanan di Bandung menurut saya. Banyak jalanan yang satu arah, dan jalanan itupun hanya bisa dilewati oleh satu mobil.

Yang paling saya ingat dari pagi pada hari kedua saya di sana adalah, di depan kios dari setiap kios yang baru buka sepanjang jalan saya menuju pantai Kuta, pasti ada sesajen berupa kembang dan dupa yang dibakar yang diletakan di depan setiap kios. Katanya, sesajen itu dibuat untuk persembahan dewa dewa disana. Harum dupa yang dibakar mengingatkan saya akan rumah nenek saya di Tj.Priok. Nenek saya sangat suka membakar dupa, katanya harumnya wangi, dan bisa mengusir nyamuk.

Sekitar sepuluh menit, sampailah saya dan teman teman di pantai Kuta. Pantai Kuta pada pagi hari tidak begitu ramai, hanya terlihat beberapa turis asing yang berlari pagi, wisatawan lokal yang duduk santai di pantai memandangi laut, dan penjaga pantai yang membawa tiang untuk ditancapkan sebagai rambu rambu untuk orang yang akan berenang. Pantai Kuta di pagi hari damai dan indah sekali, satu yang menurut saya kurang dari pagi di pantai Kuta adalah, banyaknya anjing yang berlari-larian kesana kemari. Ya, saya sangat takut dengan anjing.

*

Pak Made berjanji akan menjemput saya dan teman teman pukul 10 pagi pada hari itu, benar sekali, saat saya dan teman teman turun dari kamar menuju lobby, Pak Made sudah menunggu disana. Tujuan jalan jalan pada hari itu adalah mengunjungi Bali Bird Park, lalu kemudian belanja oleh-oleh untuk dibawa ke Jakarta.

Di perjalanan, Pak Made memberitahu kami kalau beliau harus kembali kerumah terlebih dahulu untuk menukar handphonenya yang rusak. Rumah Pak Made berada di Denpasar, dan Pak Made menyarankan kepada kami untuk mampir ke Museum Bali terlebih dahulu ketika Pak Made kembali kerumahnya.

Sepanjang perjalanan menuju Denpasar, saya baru menyadari kalau di Bali banyak sekali yang menjual makanan yang menggunakan daging babi. Sepanjang jalan menuju Denpasar, terlihat banyak sekali warung warung makan yang menyediakan hidangan babi guling, saya sempat bertanya kepada Pak Made.

"Pak kenapa di Bali banyak banget warung warung yang menjual babi guling? kenapa gak ada yang jual kambing guling, atau steak dari sapi" ucap saya dari kursi paling belakang.

"Di Bali sapi itu termasuk hewan suci yang tidak boleh di makan" kata Pak Made sambil melihat saya dari kaca spion depan.

Alat Musik Khas Bali, namanya gak tau
Dari situ saya teringat teman saya yang berasal dari Bali, Wayan namanya. Wayan adalah teman saya sewaktu SMA, dan sekarang masih teman satu kampus juga. Wayan tidak pernah makan bakso, tidak pernah makan steak, karna semua makanan itu terbuat dari bahan dasar daging sapi.

Tidak begitu lama di perjalanan saya dan teman teman sampai di Museum Bali. Tiket untuk masuk ke Museum Bali cukup murah. Setiap orang kalau tidak salah hanya dikenakan 2000 Rupiah, dan 1000 Rupiah untuk setiap kamera yang dibawa.

Di Museum Bali terdapat empat bangunan yang terpisah. Setiap bangunan itu mewakili berbagai kabupaten di Bali. Museum Bali sangat mencerminkan bangunan asli Bali, dengan dinding, halaman dan gerbang yang disebut dengan rancangan Puri, rancangan khas kerajaan di Denpasar. Seperti pada museum lainnya, di dalam Museum Bali juga terdapat benda benda khas Bali, jenis patung yang ada di Bali, dan banyak lagi kerajinan yang bisa kita lihat di Museum Bali.

*

Dewa Burung
Bali Bird Park, disini saya dan teman teman melihat banyak sekali jenis unggas. Banyak dari unggas tersebut dibiarkan bebas, tetapi ada juga yang diletakan di dalam kandangnya. Disana, saya sempat berfoto dengan unggas jenis Kakatua Raja yang sudah mulai langka di Indonesia dan sempat menonton film 3D yang diputar di sebuah teater yang lumayan besar. Film animasi itu bercerita tentang perjuangan unggas-unggas yang ada di kepulauan galapagos ketika terbang untuk bermigrasi beribu-ribu mil jauhnya.

Kakatua Raja dan Dewa Burung

Di Bali Bird Park, salah seorang teman saya yang paling senang ketika berada di sana. Dia tidak henti hentinya memfoto unggas unggas yang ada di sana. Memang teman saya itu orang yang suka dengan unggas.

Di samping Bird Park, ternyata ada Reptile Park juga, dan tiket Bali Bird Park sudah termasuk tiket untuk masuk Reptil Park. Seperti namanya, begitu saya dan teman teman masuk di sana langsung terdapat kolam buaya yang besar sekali. Di sana juga ada banyak iguana dan seekor kura-kura yang besar sekali, saya dipersilahkan pemandu disana untuk mengangkatnya bersama teman saya. Kata pemandu disana, tadinya kura-kura itu ada sepasang, tetapi salah seekor kura-kura telah hilang dicuri orang. Jadilah Kura-Kura itu sendirian.

Kura-Kura nya Berat


Tidak jauh dari tempat kura-kura, pemandu lain sedang memberi makan ayam kepada buaya yang besar yang saya lihat di dekat pintu masuk Reptile Park. Awalnya buaya itu diam dan tenang, tetapi setelah ayam yang sudah diikat dengan bambu dan tali itu diarahkan kemulutnya, buaya itu langsung bergerak cepat menyambar ayam yang masih hidup tadi. Ini adalah pengalaman langka yang bisa saya lihat, jarang-jarang bisa melihat buaya diberi makan secara langsung.

*

Gerimis turun saat saya dan teman teman akan melanjutkan perjalanan untuk belanja oleh-oleh di pasar Sukowati. Pasar Sukowati sewaktu saya dan teman-teman kunjungi terlihat sepi, semua ini pasti karna saya dan teman-teman berkunjung kesana ketika off season. Di pasar Sukowati saya membeli beberapa kaos dan sarung Bali, dan tidak berlama-lama karna waktu itu kepala saya terasa sakit, sehingga saya lebih memilih beristirahat di dalam mobil.

Acara belanja paling heboh adalah ketika saya dan teman teman berhenti di pusat oleh oleh Krisna. Di Krisna saya membeli banyak Pie Susu yang katanya oleh-oleh yang harus dibeli ketika berkunjung ke Bali. Saya juga membeli Goodie Bag sebagai langkah jaga-jaga kalau tas saya tidak sanggup menampung oleh-oleh yang saya beli, dan ternyata langkah jaga-jaga itu terbukti, sesampainya di hotel tas ransel saya tidak mampu menampung oleh-oleh yang saya beli. Ternyata benar kata orang-orang, setiap pulang jalan-jalan pasti tas akan bertambah satu pada saat pulang.
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 saran:

Post a Comment