"Manusia itu dibuat dari tanah, dan memiliki sifat seperti tanah. Semakin digali maka akan banyak ditemukan barang berharga, dan semakin di telantarkan, maka akan rimbunlah semak belukar."
Kalimat diatas saya dengar ketika malam hari sebelum saya tidur 2 hari yang lalu. Saya mendengar perbincangan Ibu dan Bapak dari dalam kamarnya tentang sifat manusia. Kalimat itu membuat saya terhenyak, memikirkan kalau ternyata benar juga apa yang dikatakan Bapak pada malam itu kepada Ibu.
Sadar atau tidak sadar, manusia memang seperti tanah. Semakin berusaha menggali potensi dirinya, akan semakin besar kemungkinan potensi didalam dirinya yang ditemukan. Tapi semakin lama manusia berdiam diri, bermalas-malasan, akan menjadi sia-sia-lah manusia itu.
Pada malam itu saya mendengar samar perbincangan Ibu dan Bapak dari tempat saya tidur diruang tengah. Malam itu Bapak menceritakan banyak tentang makna hidup, tentang pengalamannya, dan juga menceritakan apa yang pernah dia baca.
Setiap pagi Bapak selalu membacakan buku buku agama dengan suara keras di ruang tengah, dan Ibu yang sedang menjahit di depan mesin jahitnya mendengarkan dengan seksama. Tidak jarang Bapak mengulangi kalimat yang ada pada buku agama itu berkali kali, dan tidak jarang pula Bapak menangis ketika membaca kisah kisah tentang sahabat nabi.
Pernah satu ketika Ibu menegur Bapak supaya tidak mengulang ulang kalimat atau cerita yang sudah pernah diceritakan. Tetapi Bapak menjelaskan, dengan membaca berulang ulang kita akan semakin paham dengan apa yang dibaca. Dan sampai sekarang, Ibu tidak pernah menegur Bapak untuk tidak mengulang ulang kalimat atau bacaan, karna benar, dengan mengulang ulang bacaan atau kalimat, Ibu jadi lebih mengerti tentang apa yang dibaca oleh Bapak.
Dirumah saya banyak sekali buku buku tentang agama. Bapak saya orang yang fanatik dengan agama yang dianutnya, tetapi kefanatikannya tidak terlewat batas seperti banyak orang yang diluar sana, yang menggabungkan arti fanatik dengan kekerasan. Bapak saya orang yang tegas, baik, dan ramah kepada semua orang, dan yang paling penting Bapak saya selalu mendirikan Sholat di awal waktu.
Saya bersyukur mempunyai orangtua seperti Ibu dan Bapak saya. Alhamdulillah Ya Allah.
*
Ada beberapa cerita lagi yang akan saya sampaikan.
Sewaktu SMA saya selalu ingin pergi keluar negeri, keluar dari Indonesia untuk menemukan suasana baru dan pengalaman baru. Sampai sampai sewaktu saya SMA, Ibu saya pernah was was ketika saya pernah menyampaikan kepadanya kalau diluar sana banyak orang tua asuh yang bisa membiayai orang orang untuk belajar diluar negeri. Ibu saya was was karna takut anaknya diambil orang.
Hari Minggu kemarin, saya ikut pergi ke acara pernikahan saudara saya di daerah Bojong. Perjalanan yang cukup melelahkan. Perjalanan menuju Bojong menghabiskan waktu 2,5 jam dari rumah saya karna di Depok macet total. Saya yang duduk disamping Bapak yang sedang menyupir sempat tertidur pulas beberapa kali.
Sesampainya di tempat, saya bertemu saudara saudara lainnya. Ada Om Iwan bersama istri dan anaknya, dan ada Tante Tris yang salah seorang dari anak kembarnya bersekolah diluar negeri.
Ketika sedang asyik menikmati makanan, Bapak memanggil saya. Bapak meminta saya untuk ngobrol dengan Om Iwan setelah saya makan. Om Iwan adalah saudara jauh dari Ibu. Om Iwan bekerja di luar negeri.
Saya menghampiri Om Iwan. Om Iwan menanyakan kepada saya apakah saya sudah lulus kuliah atau belum. Setelah saya menjawab kalau saya belum lulus kuliah, Om Iwan menyuruh saya untuk cepat cepat menyelesaikan kuliah. Dia bercerita kepada saya, kalau dia butuh seorang asisten untuk membantu pekerjaannya. Asisten? iya asisten yang bisa ikut keluar negeri untuk dinas selama 3 tahun untuk membantu pekerjaan dia. Desember besok Om Iwan akan dinas ke Washington Amerika, saya diminta cepat cepat untuk lulus supaya bisa menemaninya kesana, sebelum kantornya yang memberikan asisten.
Impian saya untuk bisa jalan jalan atau lebih tepatnya bekerja diluar negeri hampir tercapai. Tapi syaratnya saya harus cepat cepat lulus S1 sebelum Om Iwan mendapatkan asisten dari kantornya. Masalahnya akankah saya lulus lebih cepat dari keputusan dari kantor Om Iwan untuk memberikan seorang asisten kepadanya? hanya Tuhan yang tau. Saya percaya kalau jodoh itu tidak kemana, karna milik tidak akan kemana, karna rezeki tidak akan kemana.
Efek mendapatkan kabar itu, sekarang saya lebih giat untuk menyelesaikan skripsi. Ketika sudah mulai malas, saya mengingat kembali perkataan Om Iwan. pokoknya saya harus cepat cepat lulus, dan kalau bisa jalan jalan, dan sekaligus bekerja diluar negeri. Saya ingin mencari pengalaman tinggal di negeri orang.
*
Sehari sebelum hari itu, yaitu hari sabtu. Adik saya yang paling kecil meminta saya untuk mengantarnya ke sevel. Ah sudah lama saya tidak ke sevel. Adik saya ada ulangan bahasa jepang di sevel yang letaknya agak jauh dari rumah.
Lumayan agak lama menunggu guru bahasa jepangnya datang. Sambil menunggu saya membeli citato di kejuin, dan juga paket katsu yang lagi promo. Karna adik saya duduk satu meja bersama teman temannya, saya memilih duduk sendiri di meja yang berbeda. Disinilah manfaat duduk sendiri di tengah keramaian, saya membuka buku catatan yang sudah lama tidak saya isi, dan menyumpal telinga saya dengan earphone yang saya bawa.
Ya, saya menulis lagi dibuku itu. Lumayan panjang saya menulis, kurang lebih 4 halaman dengan tulisan amburadul. Di buku itu saya menceritakan tentang perasaan bahagianya saya ketika saya bisa membelikan seorang anak kecil yang ibunya tidak mampu membelikan anaknya es yang harganya kurang dari 5000 rupiah.
Anak itu datang bersama Ibunya. Sebelumnya ibunya menawarkan kepada saya yang sedang duduk untuk membeli barang yang dia punya. Saya tidak tertarik dengan barang yang Ibu jual itu, lalu kemudian Ibu itu bilang kepada saya kalau uangnya untuk membelikan anaknya es, anaknya sangat ingin sekali minum es katanya. Setelah beberapa menit saya duduk dan memperhatikan anak itu melihat es di dalam toko, badan saya pun dengan sendirinya beranjak dari tempat duduk, dan mengajak anak itu untuk membeli es yang dia mau. Ternyata harganya kurang dari 5000 rupiah, tetapi saya mendapatkan perasaan bahagia yang luar biasa ketika bisa melihat anak itu berlari senang karna bisa minum es.
Bahagia itu datang bukan dari seberapa banyak uang yang kita habiskan, tetapi dari seberapa besar rasa peduli dan ikhlas kita untuk membahagiakan orang lain.
Semoga kita semua digolongkan kedalam orang orang yang selalu peduli dan ikhlas.
Dan semoga cita cita masa kecil kita bisa tercapai.
Aaaamiiiin.
0 saran:
Post a Comment