Hari ini aku resmi duduk di kelas dua SMA. Setelah satu tahun berjuang untuk masuk kelas jurusan IPA hari ini perjuangan itu tidak sia sia, aku berhasil masuk daftar siswa yang mendapatkan studi jurusan IPA.
Aku bangun pagi pagi sekali, walaupun semalam aku tidak bisa tidur cepat karna terfikirkan hari yang aku tunggu tunggu ini, teman baru, kelas baru, matapelajaran baru, guru baru, aku tidak sabar menunggu hari esok.
Pagi itu sebelum aku berangkat sekolah seperti biasa aku duduk berempat bersama Ayah, Ibu, dan Cindy adikku. Cindy yang umurnya lebih muda empat tahun dariku hari ini resmi duduk di kelas dua SMP. Meja makan pagi itu ramai, ibu menyediakan menu sarapan yang tidak biasanya, roti dengan isi keju dan telur dadar. Biasanya ibu membuat menu sarapan nasi goreng.
Hari itu Ayah menawarkan aku dan Cindy untuk diantar ke sekolah. Ayah selalu berangkat lebih dulu setiap harinya, tetapi hari itu Ayah tidak masuk kerja pagi pagi sekali karna akan ada meeting pertama pada jam sembilan. Momen langka yang aku temui mengingat Ayah selalu berangkat lebih dahulu ketimbang aku dan Cindy.
Aku mencium tangan Ibuku sebelum berangkat sekolah, dan Ibu membenarkan bandoku lalu mendaratkan kecupan di keningku pagi itu, hangat. Aku melihat senyum ibu yang merekah pagi itu, ibu memberikan dua jempol ke arahku, ibu sangat tau hari itu aku sangat bersemangat pergi ke sekolah.
***
Hari itu tepat setelah bel istirahat ponselku berbunyi, aku menengok ponselku dan melihat nomor telpon yang aku kenali. Aku menjawab telpon itu, dan alangkah kagetnya ketika mendengar suara Tante Susi menangis sambil berkata tentang ibuku yang tiba tiba jatuh sakit.
Bergegas aku meminta izin kepada guru piket untuk meninggalkan sekolah lebih awal. Aku langsung mencari taksi menuju rumah sakit yang Tante Susi sebutkan sewaktu di telpon tadi.
Aku berlari menuju Tante Susi yang sedang berada di koridor rumah sakit. Tante Susi adalah adik dari Ibuku. "tante bagaimana kondisi ibu?" aku memegang tangannya dengan erat. Tante Susi mengusap kepalaku lalu tersenyum "Ibumu baik baik saja Ayu". Oh syukurlah Ibuku masih dibilang baik baik saja, walau aku yakin ada yang salah dengan Ibu. Aku membuka ruangan tempat Ibuku berbaring, aku menjumpainya sudah sadar dengan Ayah yang sudah ada di sampingnya. Aku melihat mata Ibu berkaca-kaca, aku menghampirinya, dan mencium tangan dan keningnya.
"Ibu kenapa?" mataku mulai berkaca kaca lagi. "Ibu tidak apa-apa nak" seperti biasa senyumnya melengkung indah. Senyuman Ibu selalu hangat, melebihi hangatnya selimut yang aku pakai setiap aku tidur karna aku selalu kedinginan ketika malam hari. "tadi ibu kenapa?" aku mencium tangannya yang aku genggam. "tadi Ibumu jatuh dan tidak sadarkan diri nak ketika sedang merapihkan rumah" ayah menjelaskan. "ibu kenapa? kecapekan? ibu udah dong jangan terlalu banyak kerja, rapihin rumahnya kalau aku sudah pulang kan bisa" tetapi ibu hanya tersenyum dan mengusap kepalaku. Tidak lama kemudian Cindy membuka pintu ruangan itu bersama Tante Susi. Cindy pun berlari menghambur menghampiri Ibu dan mencium tangannya.
***
Keesokan harinya Ibu bisa keluar dari rumah sakit, dokter berpesan kepada Ibu untuk tidak bekerja terlalu capek. Aku, Ayah, dan Cindy mengantar Ibu pulang, Tante Susi sudah pulang lebih dulu semalam karna harus mengurusi anaknya yang masih balita.
Sesampainya dirumah Ibu langsung diantar kekamarnya dengan di rangkul Ayah. Hari itu aku menungguinya selama seharian penuh. Aku membawakan minum untuknya, mengupaskan buah untuknya, menyiapkan bubur untuknya. Hari itu aku juga menyiapkan makan malam untuk Ayah dan Cindy. Aku berusaha memberikan semua yang terbaik untuk Ibu, hari itu seratus persen tidak kurang perhatianku tertuju pada Ibu. Aku ingin Ibu cepat sehat sempurna kembali.
***
Sebulan, dua bulan, tiga bulan, empat bulan sampai akhirnya Ibu kembali sehat sempurna. Pagi itu hari sabtu diakhir bulan Desember, kami duduk di meja makan untuk sarapan bersama sama. Disela sarapan Ayah tiba tiba mengajak kami untuk pergi berlibur menghabiskan tahun dengan pergi ke villa temannya di anyer. Hari itu kami berangkat ke Anyer.
Villa yang kami tempati menghadap laut persis. Aku duduk berdampingan bersama Ibu di teras villa itu tanpa suara, tanpa perbincangan sekian menit, hatiku damai. Ibu mengusap kepalaku, aku menatapnya, Ibu memandang jauh ke arah laut dan tersenyum. Rasa hangat itu kembali merasuki tubuhku, aku merebahkan kepalaku di pangkuannya "Ayu, jadi anak yang baik ya. Sayangi Ayah, sayangi Adik, sayangi Ibu selagi masih bisa." dan Ibu kembali tersenyum. "Ibu jadi ingat, dulu sewaktu Ibu masih seumur kamu, Ibu juga pernah menghabisi akhir tahun di pantai, ada Mama, ada Papa, ada Tante Susi. Dan Ibu juga seperti kamu waktu itu, duduk di samping Mama lalu Mama mengucapkan kata itu juga kepada Ibu. Ini seperti dejavu, tapi bedanya waktu itu Ibu yang tidur di pangkuan Mama."
"Cindy jangan terlalu ke tengah" Ibu berteriak dari depan villa ke arah yang berlainan dari pandangannya yang tadi. Aku melihat Ayah dan Cindy sedang bermain dipinggir pantai, Ayah menghampiri Cindy yang berjalan ke arah tengah dan tiba tiba Ayah jatuh karna tergulung ombak. Ibu tertawa dan aku terbangun dari pangkuan Ibu dan melihat baju Ayah sudah basah semua. Aku pun tertawa melihat itu.
***
Malam itu adalah malam terakhir ditahun itu, temannya Ayah yang biasa aku panggil Om Joni yang punya Villa itu datang bersama keluarganya untuk menghabiskan malam tahun baru dengan kami. Acara dimulai sekitar pukul delapan. Kami menyiapkan ikan laut, ayam, untuk dibakar malam itu, dan juga makanan kecil. Ibu sibuk menyiapkan semuanya bersamaku, dan istrinya Om Joni, Tante Jasmin. Cindy duduk bersama Ayah yang sedang ngobrol di teras rumah bersama Om Joni. Rangga, dan Lingga anak pertama dan kedua dari Om Joni menyiapkan bakaran untuk membakar ikan laut dan ayam yang lagi aku siapkan bersama Ibu dan tante Jasmin.
Setelah semua hidangan selesai di bakar, kami makan bersama sama secara lesehan di teras vila. Aku baru tau ternyata Om Joni adalah teman sewaktu Ibu masih SMA, dan aku juga baru tau kalau tante Jasmin adalah teman Ayah sewaktu kuliah. Aku mendengarkan mereka bercerita tentang masa masa sekolahnya, tentang Ibu yang katanya Siswi paling cantik di SMA nya waktu itu, tentang Ayah yang dulu dikenal sebagai Playboy. Tentang pertemuan mereka berdua, mereka berpacaran, dan akhirnya menikah.
Tante Jasmin berulang ulang menyebut kalau mata ku seperti mata Ibu, dan matanya Cindy seperti matanya Ayah. Om Joni berulang ulang menyebut kalau aku secantik Ibuku sewaktu SMA, dan Cindy memiliki hidung yang sama seperti Ayah.
Malam pergantian tahun itu kami akhiri dengan bersama sama memanjatkan doa agar tahun yang akan datang akan lebih baik lagi. Suara kembang api, terompet mulai terdengar. Kami menghambur keluar melihat kembang api yang di bakar dari vila sebelah. Langit malam itu cerah, tidak ada awan hitam, ditambah warna warni kembang api menambah keindahan malam itu.
***
Sebulan telah berlalu, awal Februari datang. Bulan kelahiranku akhirnya datang lagi mengunjungiku untuk menabah umurku dan sekaligus mengurangi umurku satu tahun lagi. 1 Februari 2008, hari itu hari ulang tahunku, umurku sekarang 17 tahun. Siang itu setelah aku pulang sekolah aku menemui meja makan rumahku sudah penuh dengan berbagai macam makanan, nasi kuning, telur dadar yang di potong tipis tipis, perkedel, ayam goreng. Aku mencari ibuku yang belum kujumpai dan aku kaget ketika melihatnya duduk di dapur dengan nafas yang tersengal sengal.
Untungnya tidak lama setelah aku melihat itu, Tante Susi datang dengan membawa kardus kue ulang tahun. Mendengar aku berteriak, Tante Susi meletakan kardus kue itu di atas meja dan menghampiriku. Aku dan Tante Susi dengan cepat membawa Ibu kerumah sakit dengan mobil Tante Susi. Aku menelpon Ayah dan Cindy untuk mengabarkan tentang Ibu sepanjang perjalanan.
Sesampainya dirumah sakit, Ibu langsung masuk ruangan gawat darurat, aku dan Tante Susi tidak boleh masuk. Sekitar setengah jam aku menunggu kabar dari ruang gawat darurat, Ayah dan Cindy datang dan menanyakan kabar tentang Ibu. Aku hanya bisa menceritakan tentang kejadian yang aku lihat tadi sepulang sekolah.
Pintu ruang gawat darurat terbuka "Ada keluarga dari Ibu Nia" suara suster memanggil dari depan pintu. Ayah menghampiri dengan cepat suster yang keluar itu. Kemudian dokter yang biasa menangani Ibuku pun keluar dari ruang gawat darurat itu. Mereka berbincang sebentar, dan Ayah mulai berkaca kaca. Aku, Cindy dan Tante Susi menghambur menghampiri Ayah. Dokter dan suster meninggalkan Ayah.
***
Hari ini dipemakaman aku mengusap nisan Ibu. Hari ini adalah dipenghujung akhir tahun semenjak hampir enam tahun Ibu pergi meninggalkan kami selama lamanya. Aku sudah berkuliah sekarang. Aku mengingat tentang kejadian enam tahun yang lalu, kala Ibu mengucapkan "Ayu, jadi anak yang baik ya. Sayangi Ayah, sayangi Adik, sayangi Ibu selagi masih bisa", aku mengingat senyuman Ibu yang hangat. Hari itu aku berusaha menahan air mata di depan pusara Ibu, tetapi aku tidak sanggup membendung air mataku. Tiba tiba ada tangan yang merangkul pundakku, aku melihat Ayah berdiri disampingku. Aku memeluknya, dan menangis sejadi jadinya di pelukannya, Aku merasakan rasa hangat pelukan Ayah hampir serupa senyuman Ibu.
**untuk wanita yang sering membuat Haus
**untuk wanita yang sering membuat Haus
0 saran:
Post a Comment