saya duduk di ruang tengah, sudah menjadi kebiasaan saya berdiskusi dengan orang tua saya, diskusi apa saja, topik yang tiba tiba datang sendirinya ketika sudah duduk bersila di depan mereka.
orang tua saya baru saja tiba dirumah, mereka baru pulang dari resepsi pernikahan salah seorang saudara yang menikah. mereka bercerita tentang mempelai yang baru saja menikah, mereka bercerita tentang orang tua si mempelai wanita, yang saya sering panggil pakde, yang sekarang sudah tidak bisa melihat karna penyakit katarak.
"tadi kamu ditanyain sama pakde, katanya kok Pakde gak denger suara kamu."
sudah menjadi langganan bagi saya untuk menyuarakan suara saya yang fals ini ketika ada resepsi pernikahan keluarga. sudah dari umur saya 8 tahun, menyumbangkan satu atau dua lagi sudah menjadi kewajiban saya setiap datang ke resepsi pernikahan keluarga. hari itu saya tidak bisa datang, saya ada keperluan yang tidak bisa saya tinggal di kampus.
kata kata itu terus terngiang di telinga saya, beberapa kali saya memastikannya ke ibu. dan ibu sampai capek bilang iya. sejenak saya duduk di teras rumah, merenungkan kembali perkataan pakde saya itu, seorang yang sekarang hanya bisa mengandalkan indera pendengarnya untuk merasakan keberadaan orang.
entah berapa kali pakde saya mendengar suara fals saya ketika saya menyanyi, sampai sampai dia bisa mendengar, membedakan, merasakan suara saya. dan hari itu saya baru merasakan kebiasaan saya menyumbangkan suara saya ini telah menempel di hati orang lain.
cepat sembuh pakde, suara saya akan terus ada buat pakde :)
0 saran:
Post a Comment